Kamis, 10 September 2015

Kamis, 10 September 2015



Kamis, 10 September 2015
Memoriam Ayah Terkasih Almarhum Pdt. Petrus Pahehung, SmTh.
            Entah kenapa semacam ada dorongan untuk menulis dalam rangka mengenang kembali ayah/bapak yang sudah 10 tahun pergi dan tak kembali menghadap kepada Bapa disorga, dan waktupun tak terasa  sangatlah cepat untuk beranjak dalam waktu sepuluh tahun seolah-seolah proses kematian bapak baru saja terjadi beberapa tahun yang lalu, sudah pernah terpikirkan sejak beberapa waktu yang lalu untuk menulis atau menceritakan kenangan bersama bapak, sembari mengenang kembali ketika bapak masih bersama kami, namun memang belum teralisasi hingga saat ini sudah menjadi kewajiban.
                Bagi siapapun sosok seorang ayah tentu sangat dibutuhkan entah dalam kondisi apapun itu, sosok seorang ayah bagi saya telang hilang semenjak pertengahan 2005 semenjak ayah kami didiagnosa menderita penyakit yang komplikasi,(kami ketahuinya setelah bapak dirawat di rumah sakit di RSUD Waikabubak). mengenang kembali akhir-akhir hidup bapak waktu itu sewaktu masih dirumah pastori(rumah dinas untuk pendeta) GKS Tama Au, sebelum ke rumah sakit , perjuangan bapak untuk memperlihatkan kondisinya  bagi kami untuk mama, dan kami anak-anaknya serta keluarga lainnya menunjukan bahwa beliau baik-baik saja.  mungkin kala itu bapak menginginkan bagi kami (istri dan anak-anaknya) agar tidak terlalu memikirkan beliau dalam melakukan aktifitas ataupun entahlah waktu itu sugesti diri , atau seperti apa pemikiran bapak. karna bagi saya terlalu cepat dari proses bapak sakit sampai bapak meninggal. 
                Setelah fase-fase terakhir untuk penyakit yang diderita bapak, dan sudah pada stadium akhir dalam bahasa medisnya, bahkan harus dituntun ketika hendak ke kamar mandi, keluar dari kamar tidur, semenjak itulah bapak dibujuk dan dirayu untuk berobat ke rumah sakit, setelah tiba dirumah sakit itu pula kami diwakili oleh ibu kami mengetahui penyakit yang diderita oleh bapak. pada waktu itu umur saya belum genap 18 tahun. ketika melihat bapak terbaring dirumah sakit, pada saat itu saya sebagai seorang remaja yang baru beranjak dewasa benar-benar mengalami kebingungan, karena pada saat itu,saya baru menyelesaikan EBTANAS(evaluasi belajar tahap akhir nasional) SMA, serta melihat bapak dirumah sakit dengan kondisi yang sangat berbeda dari biasanya, dari cara bicaranya, badannya yang hanya bisa terbaring.  banyak pertanyaan dalam diri saya,kenapa sampai sejauh itu yang terjadi dengan penyakit bapak,  terbaring kaku dan seolah-olah hanya badannya saja yang kami lihat, penyakit yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak pernah terbayangkan bahwa kondisi bapak akan seperti itu, hingga saat ini moment itu belum saya terima secara ikhlas ,karena waktu itu saya masih sangat membutuhkan sosok seorang ayah dengan harapan akan melanjutkan kuliah, seperti yang sudah pernah bapak sampaikan untuk memilih jika sudah lulus mau melanjutkan kemana, mengikuri jejak beliau(sekolah Pendeta), atau ada pilihan lain ke jenjang perguruan tinggi , dan  bahkan sampai dengan saat ini masih terpikirkan, .   
                Kurang lebihnya seminggu ayah kami berbaring dirumah sakit setelah melewati fase-fase kritis ada waktunya ketika itu ayah kami dinyatakan agak membaik, kurang memahami perkiraan medis pada waktu itu, setelah dinyatakan agak membaik, dalam waktu yang tidak begitu lama ayah kami dinyatakan kritis lagi dan pada malam hari nya pada waktu itu juga tanggal 6 juni 2005 ayah kami menghembuskan napas terakhirnya. disaat bapak menghembuskan napas terakhirnya dari kami bertiga anaknya tidak disamping bapak, kakak saya masih diluar sumba kuliah di salatiga, adik saya sedang berada di kos persiapan untuk kesekolah besok paginya, yang sebenarnya pada saat itu berada dirumah sakit dan ada di samping bapak  adalah saya namun sayapun pada waktu itu tidak dapat  menyaksikan napas terakhir bapak, hingga pada waktu itu hanya ibu kami yang ada bersama bapak, karena pada waktu itu saya bersama saudara berangkat ke rumah kerabat yang terdekat  dengan rumah sakit untuk menyampaikan kabar bahwa bapak dalam kondisi kritis(Jarak rumah kami dengan RS lumayan jauh, dengan kondisi kota waikabubak waktu itu)namun kehendak yang Maha kuasa berbeda jarak yang kami tempuh pada waktu itu belum terlalu jauh bapak sudah menghembuskan napas terakhirnya.
                Cerita singkat diatas adalah moment terakhir yang saya saksikan sebelum bapak pergi untuk selama-selamanya menghadap Bapa yang disorga, mengenang almarhum ditahun ini genap 10 tahun bapak pergi untuk selama-lamanya, dan saat ini juga tanggal 10 september 2015 genap ayah kami berumur 54 tahun, mengenang sosok ayah yang boleh saya katakan pada waktu beliau wafat umur saya baru untuk beranjak dewasa, memang dikala itu merasa terpukul dan kehilangan arah sangat saya rasakan, kehilangan sosok ayah tidak bagi kami saja sekeluarga namun bagi satu rumpun keluarga  merasa kehilangan figur, yang menjadi contoh/panutan, teladan serta sosok yang selalu memberikan motifasi.. secara manusiawi kami sadari wajar bagi setiap orang untuk merasakan hal-hal ini.
                Sosok ayah setalah terlampau jauh sampai dengan saat ini ketika mengenang kembali semasa beliau hidup banyak ajaran yang dikala itu ketika jiwa masih labil atau istilah seperti sekarang ini ABG merasa bahwa ajaran yang diberikan seolah-olah menjadi penghalang dalam pergaulan, namun sebenarnya dibalik semua itu ada hikmahnya. dan doktrin-doktrin(karena masih terasa sampai dengan saat ini) dikala itu  yang hingga saat ini sangat bermanfaat. seperti halnya kejujuran, tidak tebang pilih(pilih kasih), selalu sama rata sama rasa, ketika hal itu salah harus katakan salah dan sebaliknya, serta peduli terhadap tanggung jawab.beberapa contoh hal-hal diatas selalu terbawa hingga saat ini. dari hal ini mengajarkan saya bahwa setiap hidup itu punya aturannya masing-masing.
                Mengenang beliau sangat dan terlalu banyak ajaran yang diberikan, pendekatan ayah terhadap anak-anaknya  selalu terasa dimana ada kalanya beliau harus keras, dan juga ada kasih sayang, canda tawa terhadap kami anak-anaknya. salah satu kebiasaan yang sampai dengan saat ini masih terngiang untuk kami anak-anaknya memanggil kami dengan tidak menyebut nama kami semua, contoh untuk kakak saya panggilannya Ubu, untuk saya panggilannya Adi dan untuk adik kami yang bungsu panggilannya Ina(dalam bahasa sumba mama), ketika beliau memanggil kami menggunakan nama panggilan kami, itu berarti ada kesalahan yang kami perbuat dan itu salah.   
ketika ada hal-hal yang kami lakukan yang salah dan membutuhkan sikap yang keras beliau dengan cara yang khas memberikan teguran awalnya harus dengan dialog empat mata menanyakan yang sebenarnya apa yang sudah kami lakukan dan ketika hal itu kami jawab dengan jujur kami diberikan nasehat untuk tidak berbuat hal yang sama, namun ketika hal itu  terulang  kembali dan sampai berulang-ulang kali pada saat itulah beliau menegur dengan keras, dari cara seperti ini banyak hal yang dipelajari mengenai memberikan kesempatan bagi setiap orang tentang apa yang diperbuat, dan sampai pada titik tertentu harus diberikan teguran agar kesalahan itu tidak diperbuat lagi dan bila perlu menjadi yang terakhir kalinya.
                Cerita tentang almarhum ayah kami tercinta bagi saya tidak akan ada habisnya dengan sekelumit ajaran yang diberikan, salah satu ajaran yang juga menjadi pedoman hingga saat ini tentang ajaran yang sekuler terhadap ajaran-ajaran lainnya(dalam kehidupan beragama) dalam hal ini bukan berarti diberikan kebebasan yang berlebihan, contoh hal dalam ajaran keagamaan sebagai seorang pendeta tentu banyak kehidupan rohani yang selalu ditekankan pada kehidupan berkeluarga,bagaimana harus bersikap, mampu membedakan yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, dan itu semuanya sangat membantu hingga saat ini baik itu menyangkut pertumbuhan iman dan percaya sebagai orang KRISTEN(pengikut Kristus) sejati. Dan juga tidak luput dengan cara hidup yang baik dan benar dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Dari berbagai cerita diatas sedikit tidaknya sudah memberikan obat penawar bagi hati yang rindu bagi ayah tercinta yang sudah hidup damai bersama Sang Pencipta.
                Akhirnya saya katakan bahwa saya bangga menjadi putra beliau, yaitu almarhum bapak/ayah terkasih Pdt. Petrus Pahehung. Yang sudah banyak mengajarkan hal-hal yang luar biasa dalam kehidupan saya, hingga saat ini ketika saya menuliskan goresan tangan yang cuman sedikit dari cerita-cerita semasa hidup beliau karena terlalu banyak hal yang bahkan tidak bisa saya ungkapkan dalam kalimat. Akhirnya dengan mengenang sudah 10 tahun bapak pergi dan tak kembali serta ulang tahun yang ke-54. damai selalu di sorga buat bapak. Tuhan Yesus Memberkati. AMIN.
Yogyakarta, Kaki Merapi September 2015

0 Comments: