HEGEMONI BUDAYA DAN TUNTUTAN ZAMAN
Oleh:
Ory Heingu Deta[1]
Prolog
Krisis
identitas bangsa tidak terlepas dari berbagai peran kaum muda (siswa,
mahasiswa, ) problematika bangsa sampai dengan saat ini entah itu berkembang atau merosot tidak dapat di
pungkiri bahwa peran kaum muda sangatlah berpengaruh terhadap pergolakan bangsa
dari rencana awal kemerdekaan bahkan
sampai kemerdekaan terwujud begitu banyak peran yang cukup berpengaruh hingga
saat ini .
Krisis
identitas bangsa sebagai national state(satu bangsa) yang sangat beragam, baik
dari budaya, ras , bahasa jika tidak
segera di antisipasi akan sangat berpengaruh bagi kehidupan bangsa kedepannya,
sehingga peran dan fungsi sebagai mahasiswa harus mampu menjadi garda terdepan bagi pergoalakan bangsa saat
ini. Membangun pemahaman , komitmen yang
sama bagi mahasiswa sangat di butuhkan baik secara lokal, nasional demi mencapai bangsa yang bermartabat dalam
hal social, budaya, politik dan ekonomi sehingga dapat mengglobal.
Keberadaan
kaum muda saat ini sebagai mahasiswa,
pemuda sebagai pelopor bangsa tentunya berada dalam masa-masa transisi atau menuju
pada perubahan peradaban, contoh : masa sebelum merdeka, sampai pasca kemerdekaan
sampai pada zaman reformasi dari tahun 1998-2000 berada pada pemahaman yang
membingungkan dimana segala sesuatunya
cepat untuk berubah/beralih tanpa dimaknai secara menyeluruh.
HEGEMONI BUDAYA
Hegemoni
secara harafiah bisa di artikan pengaruh atau dampak dari suatu bangsa yang
besar terhadap bangsa sedang berkembang baik dari budaya, ekonomi dan politik. [2]Dan
juga saat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang berada pada
posisi dimana pengaruh bangsa ADI KUASA
sangat memberi dampak bagi bangsa Indonesia saat ini. Identitas bangsa
Indonesia semakin terkikis bahkan bisa hilang dari pemahaman sebagai anak
bangsa dan sebagai kaum muda.
Identitas
kota Jogjakarta sebagai kota pelajar dan juga kota budaya bisa digunakan
sebagai taming untuk melawan Hegemoni
Budaya, mempertahankan kebudayaan lokal atau identitas kota jogya sebagai
kota pelajar dan kota budaya. Kota jogya
bukan saja sebagai kota budaya ataupun kota pelajar, banyak
organisasi-organisasi yang besar yang sampai dengan saat ini masih tetap eksis
dan juga memberikan dampak bagi bangsa ini, seperti HMI(Himpunan Mahasiswa
Islam), GMKI(Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan masih banyak lagi
organisasi-organisasi kepemudaan yang muncul dari jogya yang mempunyai pengaruh
bagi bangsa indonesia. Sebagai kota
pelajar tentunya dengan banyaknya perguruan tinggi di kota jogya baik itu
universitas, insititute, sekolah tinggi dan akademik yang akan menjadi contoh
bagi kota-kota lain, namun dengan berbagai perkembangan zaman dengan semakin
berkembangnya teknologi saat justru semakin merosotnya nilai-nilai sosial yang menjadi dambaan bangsa kita misalnya Budaya Kolektif
( mempertahankan sikap
kebersamaan)
Tingginya
tingkat kebutuhan hidup menimbulkan dampak bagi cara pandang ataupun cara
berinteraksi di lingkungan sekitar baik itu peran sebagai masyarakat perguruan
tinggi
( mahasiswa) sebagai
masyarakat , kebutuhan yang serba instan dan juga sikap hidup yang Glamour suda banyak mempengaruhi pola pikir
sebagai mahasiswa atau sebagai agen perubahan bagi bangsa indonesia secara luas
ataupun daerah-daerah secara khusus, kehidupan sebagai mahasiswa, pemuda Agen Intelektual di tuntut untuk
bersikap kritis terhadap problematika bangsa ataupun daerah-daerah, bersikap
kritis disini bisa diartikan tentang bagaimana peran dalam berproses mengikuti
kuliah ,ektra kurikuler kampus baik itu kegiatan intra kampus maupun aktifitas
ekstra kampus, dan lain-lainnya. tuntutan agar pola pikir selalu kritis
sehingga peran dan fungsi setelah menyelesaikan perkuliahan sudah terpola sejak berproses sebagai mahasiswa
sehingga tidak gamang atau gagap dengan kondisi sosial tempat
mengaktualisasikan potensi sebagai masyarakat.
Dalam
lingkup kampus dengan sistem otonomi kampus saat ini di mana mahasiswa di
tuntut untuk aktif dalam perkuliahan dengan berbagai cara sedikit demi sedikit
akan menghilangkan daya kritis dimana keunggulan dengan sistem seperti ini
lebih mengarah pada status akademis yang lebih ditingkatkan, namun yang menjadi
perhatian sebagai kaum intelektual
sebagai mahasiswa yang berada diantara dua realitas yang berbeda kondisi
yang terjadi di masyarakat sudah tentu kita sikapi sebagai kaum Independent
bagaimana pengelolaan
waktu yang tepat sehingga dapat seimbang kebutuhan antara kegiatan Ekstra, Intra Kampus dan juga proses
perkuliahan dalam hal ini menentukan pilihan dalam menjalani segala aktifitas
sehingga tidak salah dalam menjalani, adapun sikap maupun tindakan untuk
menjalani berbagai aktifitas dalam dunia kemahasiswaan adalah mampu menentukan
segala sesuatu dalam hal penting atau tidak penting, dari sikap seperti ini
membutuhkan keseriusan sehingga dapat berjalan sebagaiman mestinya dan juga
tidak semudah menerapkan dalam kehidupan nyata.
Ruang
yang dibutuhkan untuk menghadapi segala dinamika dalam lingkup kegiatan sebagai
mahasiswa sampai dengan saat ini belum ada yang sanggup untuk menjelaskan atau
menerangkan bagaimana secara tepat agar aktifitas sebagai mahasiswa dapat
diterapkan entah itu dari eks-aktifis organisasi mahasiswa ekstra dan juga
eks-aktifis intra kampus yang mampu diterangkan secara komprehensif bagaimana
melawan hegemogi budaya sehingga tidak
menjadi Generasi Gegap Gempita.
Budaya
ketimuran yang sering dikenal adalah sikap kolektif atau sikap sosial yang
tinggi bagaimana melihat sisi-sisi kehidupan dilingkungan sekitar mengutamakan
kebersamaan dibandingkan dengan sikap pribadi. Budaya sering dijadikan masalah
adakalanya ketika berhadapan dengan tuntutan zaman saat dimana sikap individual
menjadi target utama dalam mencapai kesuksesan tidak dapat dipungkiri bahwa
itulah tuntutan dinamika kehidupan dalam era kekinian, namun tidak bisa
dihilangkan akan budaya kolektif dimana sikap ini mau dijadikan peluang lagi
bagi para pemegang kekuasaan ( baca koorporasi)
untuk mendapatkan simpati dari bangsa yang sedang berkembang.
Tingkat
kekritisan sebagai agen perubahan(baca pemuda) dalam rangka mempertahankan
budaya tentunya dibutuhkan untuk berpartisipasi dan berperan aktif
mengembalikan perilaku bagi setiap
individu untuk menjaga dan melestarikan
kebudayaan para pendahulu kita tentang sikap dan juga tata cara berperilaku,
melawan keegoisan individu tentang sikap yang lebih mengutamakan kepentingan
pribadi tanpa melihat dampaknya, agar
celah bagi para pemangku kepentingan tertutup sehingga tidak mempunyai ruang
dalam hal menjalankan misi yang akan berdampak bagi keutuhan sebagai bangsa. hal inilah yang menjadi bahan refleksi sebagai
generasi yang melanjutkan tongkat kemerdekaan dalam menghadapi tuntutan zaman
saat ini agar kemerdekaan yang seutuhnya bisa diraih tanpa adanya penjajahan
secara terselubung.
Hal
inilah yang akan menjadi titik-titik awal dalam menghadapi HEGEMONI BUDAYA,
dilakukan secara sadar bukan karena paksaan atau karena berada dalam posisi
menguntungkan ketika menentang hal ini, namun dijadikan sebagai kewajiban untuk
menjawab kebutuhan saat ini dilihat dari segala sisi-sisi kehidupan sebagai
alat untuk memperjuangkan dan mempertahan sikap khas sebagai bangsa yang
dibentuk atas dasar perbedaan. Ketika bergerak secara bersama tentunya hasil
yang akan diperoleh akan bermakna.
