Jumat, 06 Desember 2013

HEGEMONI BUDAYA



PERAN MAHASISWA DALAM
 HEGEMONI BUDAYA DAN TUNTUTAN ZAMAN
Oleh:
Ory Heingu Deta[1]
Prolog
            Krisis identitas bangsa tidak terlepas dari berbagai peran kaum muda (siswa, mahasiswa, ) problematika bangsa sampai dengan saat ini entah itu  berkembang atau merosot tidak dapat di pungkiri bahwa peran kaum muda sangatlah berpengaruh terhadap pergolakan bangsa dari  rencana awal kemerdekaan bahkan sampai kemerdekaan terwujud begitu banyak peran yang cukup berpengaruh hingga saat ini .
Krisis identitas bangsa sebagai national state(satu bangsa) yang sangat beragam, baik dari budaya, ras , bahasa  jika tidak segera di antisipasi akan sangat berpengaruh bagi kehidupan bangsa kedepannya, sehingga peran dan fungsi sebagai mahasiswa harus mampu menjadi  garda terdepan bagi pergoalakan bangsa saat ini.  Membangun pemahaman , komitmen yang sama bagi mahasiswa sangat di butuhkan baik secara lokal, nasional  demi mencapai bangsa yang bermartabat dalam hal social, budaya, politik dan ekonomi  sehingga dapat mengglobal.
Keberadaan kaum muda  saat ini sebagai mahasiswa, pemuda sebagai pelopor bangsa tentunya  berada dalam masa-masa transisi atau menuju pada perubahan peradaban,  contoh : masa  sebelum merdeka, sampai pasca kemerdekaan sampai pada zaman reformasi dari tahun 1998-2000 berada pada pemahaman yang membingungkan dimana segala sesuatunya  cepat untuk berubah/beralih tanpa dimaknai secara menyeluruh.
HEGEMONI BUDAYA
Hegemoni secara harafiah bisa di artikan pengaruh atau dampak dari suatu bangsa yang besar terhadap bangsa sedang berkembang baik dari budaya, ekonomi dan politik. [2]Dan juga saat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang berada pada posisi dimana pengaruh bangsa ADI KUASA sangat memberi dampak bagi bangsa Indonesia saat ini. Identitas bangsa Indonesia semakin terkikis bahkan bisa hilang dari pemahaman sebagai anak bangsa dan sebagai kaum muda.
Identitas kota Jogjakarta sebagai kota pelajar dan juga kota budaya bisa digunakan sebagai taming untuk melawan Hegemoni Budaya, mempertahankan kebudayaan lokal atau identitas kota jogya sebagai kota pelajar dan kota budaya.  Kota jogya bukan saja sebagai kota budaya ataupun kota pelajar, banyak organisasi-organisasi yang besar yang sampai dengan saat ini masih tetap eksis dan juga memberikan dampak bagi bangsa ini, seperti  HMI(Himpunan Mahasiswa Islam), GMKI(Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan masih banyak lagi organisasi-organisasi kepemudaan yang muncul dari jogya yang mempunyai pengaruh bagi bangsa indonesia.   Sebagai kota pelajar tentunya dengan banyaknya perguruan tinggi di kota jogya baik itu universitas, insititute, sekolah tinggi dan akademik yang akan menjadi contoh bagi kota-kota lain, namun dengan berbagai perkembangan zaman dengan semakin berkembangnya teknologi saat justru semakin merosotnya nilai-nilai sosial  yang menjadi dambaan bangsa kita misalnya Budaya Kolektif
( mempertahankan sikap kebersamaan)
Tingginya tingkat kebutuhan hidup menimbulkan dampak bagi cara pandang ataupun cara berinteraksi di lingkungan sekitar baik itu peran sebagai masyarakat perguruan tinggi
( mahasiswa) sebagai masyarakat , kebutuhan yang serba instan dan juga sikap hidup yang Glamour suda banyak mempengaruhi pola pikir sebagai mahasiswa atau sebagai agen perubahan bagi bangsa indonesia secara luas ataupun daerah-daerah secara khusus, kehidupan sebagai mahasiswa, pemuda Agen Intelektual di tuntut untuk bersikap kritis terhadap problematika bangsa ataupun daerah-daerah, bersikap kritis disini bisa diartikan tentang bagaimana peran dalam berproses mengikuti kuliah ,ektra kurikuler kampus baik itu kegiatan intra kampus maupun aktifitas ekstra kampus, dan lain-lainnya. tuntutan agar pola pikir selalu kritis sehingga peran dan fungsi setelah menyelesaikan perkuliahan   sudah terpola sejak berproses sebagai mahasiswa sehingga tidak gamang atau gagap dengan kondisi sosial tempat mengaktualisasikan potensi sebagai masyarakat.
Dalam lingkup kampus dengan sistem otonomi kampus saat ini di mana mahasiswa di tuntut untuk aktif dalam perkuliahan dengan berbagai cara sedikit demi sedikit akan menghilangkan daya kritis dimana keunggulan dengan sistem seperti ini lebih mengarah pada status akademis yang lebih ditingkatkan, namun yang menjadi perhatian sebagai kaum intelektual  sebagai mahasiswa yang berada diantara dua realitas yang berbeda kondisi yang terjadi di masyarakat sudah tentu kita sikapi sebagai kaum Independent
 bagaimana pengelolaan waktu yang tepat sehingga dapat seimbang kebutuhan antara kegiatan Ekstra, Intra Kampus dan juga proses perkuliahan dalam hal ini menentukan pilihan dalam menjalani segala aktifitas sehingga tidak salah dalam menjalani, adapun sikap maupun tindakan untuk menjalani berbagai aktifitas dalam dunia kemahasiswaan adalah mampu menentukan segala sesuatu dalam hal penting atau tidak penting, dari sikap seperti ini membutuhkan keseriusan sehingga dapat berjalan sebagaiman mestinya dan juga tidak semudah menerapkan dalam kehidupan nyata.
Ruang yang dibutuhkan untuk menghadapi segala dinamika dalam lingkup kegiatan sebagai mahasiswa sampai dengan saat ini belum ada yang sanggup untuk menjelaskan atau menerangkan bagaimana secara tepat agar aktifitas sebagai mahasiswa dapat diterapkan entah itu dari eks-aktifis organisasi mahasiswa ekstra dan juga eks-aktifis intra kampus yang mampu diterangkan secara komprehensif  bagaimana melawan hegemogi budaya  sehingga tidak menjadi Generasi Gegap Gempita.
Budaya ketimuran yang sering dikenal adalah sikap kolektif atau sikap sosial yang tinggi bagaimana melihat sisi-sisi kehidupan dilingkungan sekitar mengutamakan kebersamaan dibandingkan dengan sikap pribadi. Budaya sering dijadikan masalah adakalanya ketika berhadapan dengan tuntutan zaman saat dimana sikap individual menjadi target utama dalam mencapai kesuksesan tidak dapat dipungkiri bahwa itulah tuntutan dinamika kehidupan dalam era kekinian, namun tidak bisa dihilangkan akan budaya kolektif dimana sikap ini mau dijadikan peluang lagi bagi para pemegang kekuasaan ( baca koorporasi)  untuk mendapatkan simpati dari bangsa yang sedang berkembang.
Tingkat kekritisan sebagai agen perubahan(baca pemuda) dalam rangka mempertahankan budaya tentunya dibutuhkan untuk berpartisipasi dan berperan aktif mengembalikan  perilaku bagi setiap individu untuk  menjaga dan melestarikan kebudayaan para pendahulu kita tentang sikap dan juga tata cara berperilaku, melawan keegoisan individu tentang sikap yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi tanpa melihat dampaknya,  agar celah bagi para pemangku kepentingan tertutup sehingga tidak mempunyai ruang dalam hal menjalankan misi yang akan berdampak bagi keutuhan sebagai bangsa.  hal inilah yang menjadi bahan refleksi sebagai generasi yang melanjutkan tongkat kemerdekaan dalam menghadapi tuntutan zaman saat ini agar kemerdekaan yang seutuhnya bisa diraih tanpa adanya penjajahan secara terselubung.
Hal inilah yang akan menjadi titik-titik awal dalam menghadapi HEGEMONI BUDAYA, dilakukan secara sadar bukan karena paksaan atau karena berada dalam posisi menguntungkan ketika menentang hal ini, namun dijadikan sebagai kewajiban untuk menjawab kebutuhan saat ini dilihat dari segala sisi-sisi kehidupan sebagai alat untuk memperjuangkan dan mempertahan sikap khas sebagai bangsa yang dibentuk atas dasar perbedaan. Ketika bergerak secara bersama tentunya hasil yang akan diperoleh akan bermakna.





[1] Mahasiswa Teknik Informatika IST Akprind
[2] Kamus istilah Ilmiah

Rabu, 04 Desember 2013

HIDUP !!!!!



Hidup adalah Kesempatan, gunakan itu
Hidup adalah Keindahan, kagumi itu
Hiduap adalah Mimpi,wujudkan itu
Hidup adalah Tantangan, hadapi itu
Hidup adalah Kewajiban, penuhi itu
Hidup adalah Pertandingan, jalani itu
Hidup adalah Mahal, jagalah itu
Hidup adalah Kekayaan, simpan itu
Hidup adalah Kasih, nikmati itu
Hidup adalah Janji, genapi itu
Hidup adalah kesusahan, atasi itu
Hidup adalah Nyanyian, nyanyikan itu
Hidup adalah Perjuangan, terima itu
Hidup adalah Tragedi, hadapi itu
Hidup adalah Petualangan, lewati itu
Hidup adalah Keberuntungan, laksanakan itu
Hidup adalah Terlalu Berharga, jangan rusakan itu

HIDUP ADALAH HIDUP 

BERJUANGLAH


Kamis, 08 Agustus 2013

Curahan Hati di Diwa yang Terkoyak-Koyak....

saat mentari pagi tadi sudah melaksanakan tugasnya menerbitkan cahaya dari timur, dan tibalah saatnya sang malam menyambut sang surya me-masuk-kan kembali ke sarangnya. dan saat inipun banyak hal yang sebenarnya ingin kusampaikan kepada malam. namun terbatas tidak bisa disampaikan semuanya.
cerita atau kisah yang melanda jiwa ini entah itu kasmaran entah apapun itu namanya sepertinya berat untuk kusampaikan, seperti berada pada masa-masa dulu ketika hendak beranjak dewasa yang baru mengenal apa artinya kasmaran yang sudah tidak memberikan toleransi dalam berpikir, pikiran dirasuki emosi, ya itulah yang dinamakan cinta. 
sekian lamanya dicari bahkan tak kunjung mampir, mungkin karena tak peduli, ataupun belum saatnya. namun saat ini seperti kesetrum diingatkan oleh alam sebagai makhluk yang mempunyai jiwa tentunya RASA itu akan datang. namun terkadang selalu di perhadapkan dengan waktu(mungkin cuman salah satunya) waktu itu seperti angin yang cepat untuk berlalu dan juga kadang suka menetap, dan juga suka mengganggu membuat kita terjebak dengan segala sesuatunya " ada apa sebenarnya dengan waktu??"
ketika memikirkannya terasa lambat, namun ketika tidak peduli sepertinya sangat cepat.
ketika terlalu banyak memikirkan hal itu tentunya seperti terjebak dalam lingkaran setan yang tak ada ujungnya. dengan mengambil banyak positif dari hal itu tentunya ada banyak pelajaran yang kita bisa terima, mengerti akan hal-hal yang selama ini tidak dipikirkan, dan itu adalah bagian terpenting dari hidup.
apa artinya sebuah Cinta, bagaimana rasanya jatuh cinta, dllnya.
karena suatu ketika kita akan menjalani semuanya itu dan bagaimana pun alasannya kita tidak luput dari hal itu. dan tentunya semua ada waktunya dan kita harus mempunyai tekad serta harapan hingga semuanya itu bisa kita hadapi. asalkan semuanya itu dimaknai dengan penuh sukacita.......

# mencoba menulis kan curahan hati#
_______________________________________________________________________________
kolong merapi tanggal tak di ketahui. tahun-tahun...

SUMBANESE AGAIN

seperti berjalan dalam mimpi
seperti bunga rumput yang terbawa angin
mengikuti tubuhku seperti apa yang telah kuduga
meski pikiranku penuh arah.
memasuki cerita lama yang ingin ku sobek-sobek 
seperti cerita-cerita masa lalu
berjalan seperti dalam mimpi masa lampau
bukan seperti bunga rumput baru yang terbawa angin
namun aku seperti rumput yang terbakar dalam injakan ribuan kuda
dan sapuan angin kencang. 
seperti dibawah untuk mengingat kenyataan pahit. 
kegembiraan manusia menyambut bayi yang sehat
namun mereka tidak mengerti menjaga ibu.
seperti orang-orang mengharapkan pohon-pohon untuk tumbuh rindang dan indah 
namun tidak pernah merawat tanah tempat hidup dan makanan pohon-pohon itu.
seperti orang-orang berdoa berdoa untuk sungai yang jernih tanpa pernah menjaga mata airnya
harus belajar lagi atas tanah ini, karena perubahan sering tidak bisa di pegang.
tangan kecil menarik diriku untuk melihat kehidupan, bukan tangan raksasa yang kuat.
kehangatan tangan kecil itu yang memaksaku, memanggilku untuk berjabat tangan 
dengan kehidupan yang baru....
SUMBANESE AGAIN..............
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
#KUTIPAN-KUTIPAN DALAM FILM " ANGIN RUMPUT SAVANA"

Kamis, 25 Juli 2013

Indonesia Kita / Indonesia Aku


Oleh : Ory H Deta
Kondisi Indonesia saat ini sudah terlampau jauh ketika kita lihat dari segala aspek baik itu secara ekonomi, budaya, sosial,dan lain-lain. Terlampau jauh dalam hal ini sudah 67 tahun kita merdeka. Dan sekarang sudah memasuki tahun ke-68 untuk merdeka bebas dari penjajah yang sebenarnya bebas dari segala tirani ataupun dari segala lini yang secara tidak sadar bahwa kita belum seutuhnya merdeka. Kondisi ini membuat kita terkadang terlena. Bahkan juga kita cenderung untuk diam. Dalam artian diam melihat kondisi yang semakin hari semakin terasa dampaknya.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang boleh dikatakan bermartabat dan kaya akan SDA. Dimana itu semuanya cuma dongeng masa lalu yang membuat kita pun terlena, bahkan lupa akan identitas bangsa kita yang mempunyai banyak kelebihan (kita dikatakan bangsa yang multikultur). Inilah yang perlu kita cermati, apa benar pengakuan ini sudah dipahami secara matang atau masih perlu di tinjau. Yakni tentang identitas bangsa kita yang belum semuanya masyarakat akan paham tentang bangsa Indonesia yang sesungguhnya pancasila sebagai identitas bangsa yang tidak bisa di ganggu gugat lagi.
Banyak persoalan kebangsaan yang masih belum diperbaharui secara keseluruhan acapkali sering terdengar bangsa ini membutuhkan perubahan. Tapi dengan kondisi yang masih mempertahankan identitas diri atau kelompok sering terjadi di berbagai kalangan, pertikaian-pertikaian yang mengarah ke SARA masih sering terjadi dengan berbagai persoalan. Bahkan tidak mengakui bahwa ini adalah bagian dari konflik SARA.
Etnonasionalisme yang dulu sempat merupakan stimulus untuk menggapai kemerdekaan sekarang sudah berganti arah. Sekarang menuju pada pengakuan akan daerah atau kelompok saya yang benar. Inilah yang bisa di tinjau kembali apakah kesalahan masa lalu atau kesalahan segelintir orang yang menjadikan isu ini sebagai batu loncatan menuju kepentingan pribadi.
Keindonesiaan kita masih perlu untuk diperbaharui. Pertanyaannya apakah benar ini merupakan proses peradaban atau cuma khayalan di siang bolong. Dimana belum ditemukannya formula baru yang tepat sehingga masyarakat benar-benar memperoleh kedamaian dan kesejahteraan. Serta kemudian kita dikatakan 100%  merdeka.
Polemik bangsa yang akhir-akhir ini terjadi membuat kita sebagai anak bangsa merasa gelisah. Dan memang cukup memprihatinkan kondisi keindonesiaan kita. Sehingga timbul pertanyaan apakah kita harus seperti negara Ethiopia atau bahasa kasarnya negara gagal?
Keindonesian kita akhir-akhir ini lebih menonjolkan identitas yang mengarah pada kepentingan kelompok. Akibat dari sikap yang seperti ini adalah citra Indonesia yang dahulunya dikenal sebagai bangsa penganut paham gotong royong sudah berangsur-angsur hilang sekarang. Dan lebih mengarah pada sikap individual.
Tidak dapat dipungkiri mengenai sikap individu itu merupakan sebuah sikap yang menuju pada pribadi yang matang atau pada kepentingan karir. Namun kita harus jeli dalam melihat proses aktualisasi diri. Sekarang kita berada dalam kondisi yang seperti apa?
Dengan lebih mengutamakan kepentingan pribadi di tengah carut-marutnya bangsa kita saat ini, membuat bangsa kita pun kehilangan identitas yang sesungguhnya. Sehingga menimbulkan sikap eksklusif yang mengarah pada hilangnya nilai keindonesiaan yang sejati.
Indonesia kita yang diangkat pada topik ini lebih mengutamakan sikap kolektif. Yakni sama seperti bangsa Indonesia dibangun atas dasar kebutuhan karena adanya sikap kebersamaan lebih mengutamakan bangsa indonesia yang adil dan bermartabat. Dan sama seperti pada waktu para founding father/mother kita menjadikan  bangsa ini republik bukan negara bagian. Karena berdasarkan persamaan persepsi dan juga culture, hubungan antara budaya-budaya di nusantara ini hampir semua daerah memiliki persamaan dalam kultur dan lain-lainnya. Tidak salah sehingga Gadjah Mada pada waktu itu mengangkat sumpah palapanya dimana tujuannya  mempersatukan nusantara.
Atau kita cermati lagi makna sumpah pemuda yang belum terlalu jauh kita rayakan. Keinginan dan kebutuhan yang sama secara kolektif sehingga diangkatnya sebuah sumpah pemuda yang arahannya lebih pada kepentingan bersama. Karena adanya kepercayaan (trust) antara pemuda pada waktu itu sehingga munculnya sumpah yang sangat berpengaruh sampai saat ini.
Pancasila yang kita anut sebagai paham bangsa haruslah  di jaga identitasnya. Karena banyak nilai yang tertanam didalamnya yang bisa kita arahkan pada rasa saling percaya antara suku, ras dan agama. Timbulnya rasa ini jika adanya  kemauan di antara perbedaan budaya dan agama, maka sikap yang sudah di bangun pada waktu itu tentunya akan terus ada pada saat ini. Misalnya di daerah Yogyakarta mengangkat sebuah istilah hamemayu hayuning buwana[1] yang merupakan istilah yang pakai bagi sultan sebagai raja atau ksatria. Ini diangkat sebagai kearifan lokal yang harus dijaga sultan sebagai raja bagi orang Yogya. Kepercayaan ini harus dijaga agar kharismanya bisa terjaga.
Istilah hamemayu hayuning buwana ini merupakan rasa keutuhan dan rasa kemanusiaan yang perlu dijaga. Ini membutuhkan rasa saling percaya sehingga terbangun sebuah kebersamaan. Dimana masing-masing orang menyadari bahwa manusia itu sama tidak ada perbedaan golongan yang dilihat adalah rasa kemanusiannya dan sesama ciptaan Tuhannya bukan untuk menguasai satu sama lain.
Melihat kondisi indonesia yang multikultur ini, ada semboyan bahwa “ Pelangi memiliki banyak perbedaan warna. Ketika perbedaan warna itu beragam, justru menghadirkan sebuah keindahan”. Kita kaitkan dengan Indonesia yang banyak suku, ras, dan agama; tentunya banyak keragaman. Tapi ketika semuanya memiliki kesamaan tekad untuk bersatu, tentunya akan mengalami keindahan.
Rasa nasionalisme yang harus di jaga bukan karena adanya kepentingan dan karena adanya kebutuhan dari aspek politik, ekonomi, ketahanan, dan sosial. Kadang istilah ini sering dijadikan sebagai pemantik untuk ajang mencari popularitas. Memang ketika diterjemahkan atau dimaknai dalam lingkup bela negara, itu perlu. Tapi kadang ini malah dijadikan janji-janji yang justru menjebak publik karena adanya kepentingan sesaat.
Marilah kita menelaah lebih jauh makna nasionalisme lebih pada ke-KITA-an bukan pada ke-AKU-an. Di sini bisa kita lihat sebagai kebutuhan bersama untuk mencapai bangsa yang benar-benar bermartabat dari berbagai sektor. Baik itu ekonomi, sosial, maupun budaya.
Rasa memiliki terhadap bangsa ini kita bangun atas dasar kebutuhan yang sama. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap yang minoritas. Kita perlu ingat bahwa bangsa ini dibangun bukan atas dasar mayoritas dan minoritas, tapi karena adanya kebutuhan yang sama. Bung Karno sebagai founding father kita sempat menegaskan bahwa “Di dalam Indonesia merdeka itu, perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dari perjuangan sekarang. Nanti kita bersama–sama sebagai bangsa, bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang di cita-citakan di dalam Pancasila. (Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945).
Bhineka Tunggal Ika, sebagai semboyan bangsa kita yang punya latar belakang keragaman perbedaan, marilah dilihat sebagai pengakuan bersama atas kepercayaan yang harus kita bangun sebagai bentuk solidaritas membangun bangsa untuk menuju kesejahtraan dan kedamaian bersama.
Melihat keindonesiaan saat ini, tentunya perlu ditinjau kembali mengenai identitas dan status yang benar-benar menunjukan identitas. Yakni lewat karya yang nyata. Sehingga timbul kepercayaan (trust) dalam lingkup anak negeri. Karena sikap ke-AKU-an sudah semakin merasuk dan mengakibatkan runtuhnya sikap rasa cinta tanah air.
Sebagai anak bangsa, saat ini kita pun sudah berada dalam lingkup sikap seperti itu. Dengan semakin maraknya kondisi kebangsaan yang mengarah pada konflik SARA, justru membuat kita kehilangan identitas. Sebagaimana sudah dijelaskan mengenai Bhineka Tunggal Ika tadi yang mengarah pada pengembangan rasa saling percaya. Dan mengarah pada kepentingan Indonesia yang ke-KITA-an, bukan pada kepentingan individu atau kelompok.
Konsep pembangunan bangsa ini, dari masa kemerdekaan sampai pada masa reformasi, memilki banyak persepsi yang berbeda-beda. Zaman Soekarno dengan konsep pembangunan dan rasa nasionalisme yang lebih ditekankan. Sedangkan zaman Soeharto lebih pada konsep pembangunan ekonomi. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa era Soeharto lebih nyata pembangunan dari segi ekonomi. Tapi justru mendatangkan hutang bagi kita generasi penerusnya.
Kalau dikaji lagi dalam berbagai aspek, tentunya banyak sekali persoalan kebangsaan yang sebenarnya bisa kita lihat dan mampu dijadikan pedoman untuk konsep pembangunan bangsa yang menjadi tantangan kita kedepannya. Kebutuhan bangsa saat ini adalah bagaimana menciptakan generasi yang kreatif, inovatif, afektif, dan tentunya rasa cinta tanah air. Karena dari hal inilah, timbul generasi yang benar-benar solid dan juga bela tanah air melalui memahami kembali sejarah dan juga memaknai arti dari bela tanah air yang sesungguhnya.
Keragaman Indonesia yang menjadi kebanggaan sudah luntur dan bahkan hilang dari berbagai sudut pandang. Baik itu dari aspek budaya, sosial, maupun ketahanan negara. Makin menurunnya budaya kolektif yang sudah dibangun dari para pendahulu kita, membuat makin melemahnya pemahaman tentang Indonesia. Inilah yang menjadi tantangan bagi kita generasi penerus.
Pemaknaan otonomi daerah yang sudah sekian lamanya dipertentangkan, sampai saat ini pun masih mencari format harus yang seperti apa. Di sini dapat dilihat apakah dengan persoalan etnonasionalisme melalui konsep otonomi daerah ini yang membuat kita terjebak. Misalnya dengan konsep kepala daerahnya adalah anak daerah, kemudian memunculkan sikap sektarian dan primordialisme. Dan dari hal inilah yang membuat nasionalisme memudar bahkan hilang.
Ideologi bangsa Indonesia, dengan empat pilar kebangsaan yang menjadi pedoman demi mencapai bangsa Indonesia yang di cita-citakan, menjadi kebutuhan yang setiap era atau zaman tidak akan selesai dibicarakan. Karena di berbagai era tentunya persoalan yang dihadapi berbeda.
Susahnya  mendefinisikan persoalan bangsa yang menjadi pokok dari sekian banyaknya persoalan kadang menimbulkan banyak penafsiran. Sehingga kita, sebagai kaum muda yang menganggap bahwa letak masa depan bangsa itu ada di pundak kita, hendaknya banyak berefleksi tentang konsep negara yang sudah dibangun. Sehingga memacu kita untuk memaknai apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan bangsa saat ini.
Maraknya kasus korupsi merupakan salah satu contoh rendahnya pemahaman tentang rasa nasionalisme yang berujung pada hilangnya identitas bangsa. Sehingga bangsa kita hilang akan posisi tawarnya dengan bangsa/negara lain. Karena membuat moral bangsa kita rendah dalam pandangan bangsa lain.
Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai anak negeri menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab. Tentunya dalam mengaktualisasikan diri, kita (mulai dari diri sendiri) lebih mengutamakan kepentingan atau kebutuhan bersama. Sehingga dalam berproses, kesalahan atau keagungan masa lalu tidak menjadi batu sandungan dalam berkarya.




Daftar Pustaka:
Mintoraharjo,Sukowaluyo.2006.Kebangsaan Kita dan Tantangan Masa Depan.dalam buku Kontekstualisasi GMKI di Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat di Era Reformasi Indonesia dan Globalisasi Dunia. Bandung:GMKI Cabang Bandung.hal. 8-18.
Patty,Albertus.2006.Etnonasionalisme.dalam buku Kontekstualisasi GMKI di Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat di Era Reformasi Indonesia dan Globalisasi Dunia. Bandung:GMKI Cabang Bandung.hal. 3-7.
Sri Sultan Hamengku Buwono X.2008.Yogyakarta untuk Nusantara:Renungan Kebangsaan menyambut 63 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.Yogyakarta:Forum Rakyat Yogyakarta.







[1] Gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono dalam forum Rakyat Yogyakarta anti kekerasan 09 juni 2008

Tulisan dalam mengikuti Lomba penulisan esai yang di selenggarakan oleh Pengurus Pusat GMKI menyambut DIES NATALIS ke 63

PERUBAHAN

Ketika kita mendengar kata perubahan,begitu banyak kata yang anonim atau sama artinya dengan perilaku kita di lingkungan atau aktifitas kita sehari-hari, bahkan kadang kita lupa akan apa yang menjadi awal mula kalimat ini, karena perubahan itu merupakan sebuah proses atau tata cara hidup yang setiap detik bisa rasakan ketika kita senantiasa merenungkannya di aktifitas kita.
Jikalau kita bayangkan kembali dari masa kecil sampai saat ini atau umur terakhir kita renungkan kembali bahkan tata kelola kehidupan kita pun banyak di pengaruhi oleh lingkungan kita berada baik dari masa kecil sampai kita berada saat ini, banyak yang kita alami yang kadang kala bisa membuat kita tertawa atau sedih ketika mengingatnya kembali. Sudah banyak yang kita dengar tentang perubahan itu sendiri dari berbagai orang, baik itu dari pemuka-pemuka agama, motivator-motivator,yang menjadi persoalanya kadang kita juga belum tau apa yang mau kita rubah dari pribadi kita sendiri itulah yang menjadi salah satu penyebab kenapa perubahan itu perlu  kita renungkan dan perlu kita ketahui apa yang inginkan untuk hidup kita. dengan berbagai kesibukan kita kita bahkan lupa untuk merenungkan kembali aktifitas kita sehari-hari atau merefleksikan kembali apa yang sudah kita lakukan sepanjang satu hari ini.
Dalam memahami arti sebuah perubahan dengan berbagai tapsiran ataupun cara pandang kita, disini bisa disimpulkan bahwa ketika kita secara pribadi ingi berubah ataupun ingin beranjak dari kebiasaan kita, tentunya haruslah pertama kita dapat mengenal siapa kita sebenarnya dan juga dapat direnungkan mengenai lingkungan tempat kita berada ataupun komonitas baika itu sifatnya umum maupun kelompok-kelompok ( komonitas kedaerahan, komunitas agama, dan lain-lainnya) disini kita harus benar-benar mampu menyadari sebenarnya kita dalam komunitas itu sebagai apa , kita harus seperti apa, dalam hal ini agar kita mampu memahami siapa kawan kita ataupun siapa saudara kita(dalam hal ini ketika berada dalam komunitas daerah). Untuk benar-benar kita membuka diri dan bisa berada dalam sebuah persamaan persepsi dan juga suatu sikap yang mengarah pada kebutuhan bersama yang tentunya kebutuhan untuk komunitas itu.
Dalam argumen diatas kalau belum kita pahami secara gamblang atau secara sungguh-sungguh tentunya kita belum mampu untuk dapat beranjak ke hal-hal yang substansial. Disini arah dalam tulisan ini agar kita dapat memahami potensi diri kita dan tentunya dapat kita resapi sehingga kita bisa mampu untuk berinteraksi karena secara pribadi tentunya lingkungan tempat kita berada adalah sebuah penentu dalam hal menggapai keinginan untuk berubah, sehingga kita mampu mengolah pribadi kita secara umum.
Pada saat saya mengikuti sebuah pelatihan tentang pengembangan diri ada sebuah cerita yang menurut saya perlu kita ketahui bersama yang mungkin akan menjadi bahan perenungan kita ketika betul –betul secara sungguh menginginkan sebuah perubahan itu.
Yang menjadi bahan refleksi:
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi MENGUBAH DUNIA. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah.  Maka cita-cita itupun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya MENGUBAH NEGERI ku.  Namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya.  Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk MENGUBAH KELUARGA ku, orang-orang yang paling dekat dengan ku.  Tapi celakanya merekapun tidak mau diubah!

Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang,  tiba-tiba kusadari: “andaikan yang pertama-tama kuubah adalah DIRIKU, maka dengan menjadikan diriku sebagai PANUTAN, mungkin aku bisa mengubah keluarga ku.  Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa saja akupun mampu memperbaiki negeri ku; kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa MENGUBAH DUNIA.Sumber:  Tulisan ini terpahat makam seorang pendeta di Westminster Abbey, Inggirs Tertera tahun 1100  Masehi